(Sumber http://sosbud.kompasiana.com/2012/02/23/"saya-juga-pns-2"/)
Membaca tulisan seorang Kompasianer berjudul “PNS: Adakah Nuansa Baru di Balik Kenaikan Gajimu?”
“Saya (juga) PNS”
Membaca tulisan seorang Kompasianer berjudul “PNS: Adakah Nuansa Baru di Balik Kenaikan Gajimu?”
membuat saya tergelitik untuk
menulis ini.
Ini
kisah saya ketika pertama kali bekerja di kantor pemerintahan sebagai seorang
pegawai negeri sipil, kira2 tujuh tahun yg lalu. Di akhir tahun 2004, dibuka
penerimaan CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) secara luas dan terang-terangan di
seluruh Indonesia. Kebijakan pemimpin baru ketika itu. Saya menyebut
terang-terangan karena selama ini penerimaan CPNS selalu tertutup, sembunyi2,
hanya diketahui oleh kalangan terbatas, dan tentu saja yang bisa lulus juga
hanya orang2 tertentu saja, yang punya banyak uang (karena harus pakai uang
pelicin puluhan juta) atau punya koneksi dengan pejabat tinggi. Dua syarat
inilah yang harus dimiliki jika ingin menjadi PNS di negeri ini. Dua hal itulah
yang tidak saya miliki, dan karenanya saya tidak tertarik untuk ikut terlibat
dalam hiruk pikuk penerimaan CPNS. Apalagi posisi yang tersedia di Pemkab
(pemerintah kabupaten) tempat tinggal saya, yang kiranya bisa saya lamar hanya
1 orang ! Bayangkan, dari ribuan orang yang bakal melamar, hanya 1 orang yg
akan diterima. Selain itu, jujur saja, saya tidak begitu suka melihat PNS. Di
mata saya PNS itu pemalas, lamban dan mata duitan. Apa sih kerja PNS itu?
Tetangga saya PNS yang kebetulan masih kerabat, berangkat ke kantornya jam 9,
kemudian jam 12 sudah ada di rumah untuk makan siang dan beristirahat (tidur).
Jarang sekali ia kembali ke kantor setelah istirahat siang. Masih ditambah lagi
dengan kegiatan nya di antara jam 9 sampai jam 12 ‘berkeliaran’ di luar kantor.
Entah itu menjemput anak, mengantar istri, duduk2 di warung kopi, dsb..dsb..
Lalu kapan dia kerja?
Jika
berurusan ke kantor pemerintahan pun, yang saya lihat di kantor adalah
meja-meja kosong, atau PNS duduk santai di belakang mejanya sambil membaca
koran, ngobrol dengan teman sesama PNS atau main game di depan komputer. Jarang
sekali dijumpai PNS yang kelihatan rajin bekerja, ramah, siap membantu kita.
Kalaupun kemudian urusan kita selesai selalu diminta ‘uang administrasi’, ‘uang
rokok’, ‘uang tinta’ dsb, terang2an ataupun tersamar.