Tuesday, March 13, 2012

Secuil Roti, Semut, dan Demokrasi


Oleh Prof. Dr. H. Imam Suprayogo

Di atas lantai yang sudah  beberapa waktu tidak dibersihkan,  terdapat secuil roti yang diperebutkan oleh semut.  Secara tidak sengaja, saya melihat apa yang dilakukan oleh sejumlah binatang kecil yang menyukai gula itu. Mereka menggotong secuil roti itu ke sana kemari, tanpa arah jelas. Suatu saat, roti itu ditarik-tarik ke suatu arah, namun sebentar lagi ditarik ke arah yang berlawanan. Begitu seterusnya, roti berjalan ke sana ke mari dibawa oleh semut yang tidak terkoordinasi itu.   
Melihat semut-semut membawa roti yang tidak terarah dan tidak terkoordinasi itu, menjadikan saya teringat  pada  system domokrasi yang  selama ini dianggap baik dan harus diterapkan dalam kehidupan bersama. Demokrasi dianggap baik oleh karena system itu  memberikan peluang kepada seluruh rakyat untuk menentukan nasipnya sendiri, tanpa terkecuali.  Dalam demokrasi semua persoalan public diputuskan secara bersama, apapaun hasilnya.  

Sunday, March 11, 2012

Apakah Anak-ku harus rangking 1?


Si Ranking 23 : “Aku ingin menjadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan”

Di kelasnya terdapat 50 orang murid, setiap kali ujian, anak perempuanku tetap mendapat ranking ke-23. Lambat laun membuat dia mendapatkan nama panggilan dengan nomor ini, dia juga menjadi murid kualitas menengah yang sesungguhnya. Sebagai orangtua, kami merasa nama panggilan ini kurang enak didengar,namun ternyata anak kami  menerimanya dengan senang hati.
Suamiku mengeluhkan ke padaku, setiap kali ada kegiatan di perusahaannya atau pertemuan alumni sekolahnya, setiap orang selalu memuji-muji “Superman cilik” di rumah masing-masing, sedangkan dia hanya bisa menjadi pendengar saja. Anak keluarga orang, bukan saja memiliki nilai sekolah yang menonjol, juga memiliki banyak keahlian khusus. Sedangkan anak kami rangking nomor 23 dan tidak memiliki sesuatu pun untuk ditonjolkan. Dari itu, setiap kali suamiku menonton penampilan anak-anak berbakat luar biasa dalam acara televisi, timbul keirian dalam hatinya sampai matanya begitu bersinar-sinar.

Monday, March 5, 2012

MEMAKNAI KESEMPATAN HIDUP


(Dari buku Dendam Positif karya Isa Alamsyah dan Asma Nadia)

Di sebuah perusahaan pertambangan minyak di Arab Saudi, di akhir tahun40-an. Seorang pegawai rendahan, remaja lokal asli Saudi, kehausan dan bergegas mencari air untuk menyiram tenggorokannya yang kering. Ia begitu gembira ketika melihat air dingin yang tampak di depannya dan bersegera mengisi air dingin ke dalam gelas.

Belum sempat ia minum, tangannya terhenti oleh sebuah hardikan: “Hei, kamu tidak boleh minum air ini. Kamu cuma pekerja rendahan. Air ini hanya khusus untuk insinyur. “Suara itu berasal dari mulut seorangi insinyur Amerika yang bekerja di perusahaan tersebut.

Remaja itu akhirnya hanya terdiam menahan haus. Ia tahu ia hanya anak miskin lulusan sekolah dasar. Kalaupun ada pendidikan yang dibanggakan, ia lulusan lembaga Tahfidz Quran, tapi keahlian itu tidak ada harganya di perusahaan minyak yang saat itu masih dikendalikan oleh manajemen Amerika.