Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam
hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah
benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua,
membuatku membenci suamiku sendiri.
Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan
sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana
tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan
lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya
kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi
suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri
satu-satunya mereka.